Mumpung lagi libur kuliah, saya ingin sharing lagi berkaitan dengan postingan yang saya upload kemarin tentang LKIR yang membuat saya lebih open minded karena selama penelitian saya belajar banyak, termasuk etika penelitian bagaimana mengutip karya orang dan menghargai karya orang lain.
Nah, sebenernya darimana dan bagaimana saya mendapatkan inspirasi untuk meneliti abu vulkanik ini, dan bagaimana saya mendapatkan dosen pembimbing dari UNS (Dr. Pranoto) dan sebenarnya apa feedback saya kepada Pak Pranoto ini.
Semua bermula dari penelitian. Ya, dulu sebelum penelitian abu vulkanik saya sudah terlebih dulu memiliki kegiatan meneliti, namun lebih di bidang farmasi yang berurusan dengan bahan organik. Waktu itu saya meneliti ekstrak tanaman untuk obat herbal berstandar (grand designya) namun saya hanya sebatas penelitian In Vitro dengan pengujian terhadap bakteri dan mencoba menerka apa penyebab ekstrak saya tersebut dapat membunuh bakteri melalui analisis senyawa aktif dalam ekstrak tersebut (akan saya upload papernya lain waktu).
Gambar : Ngeksis di Lab Fitokimia |
Nah penelitian ini awal mulanya saya kenal bahan-bahan kimia. yang p.a harganya mahal, yang teknik harganya murah. Sempet kaget, botol yang digambar itu harganya 150 ribu. 1 liter etanol pro analysis. Yah yaudah, ternyata inilah dunia penelitian
Selama penelitian itu, saya sering berdiskusi tentang pengolah limbah karena kebetulan dosen pembimbing saya waktu itu (Dra. Peni Pujiastuti, M.Sc, Apt) merupakan mahasiswa S3 kimia lingkungan. Saya sempat curhat kepada beliau bahwa penelitian saya ini "mboseni" karena kudu benar-benar fokus pada bahan organik (kalau ga stagnan dan niat penelitian, sampel bisa rusak) dan penelitian ini tidak ada matematisnya sama sekali.
Singkat cerita saya sering sms-an dengan beliau, berkonsultasi tentang tulisan dan progress penelitian saya (sekarang udah pake LINE) dan ketika bertemu sering berdiskusi tentang limbah. Sampai pada suatu hari, saya mendapatkan kasus tentang limbah pabrik gula tebu di daerah Tasikmadu, Karanganyar, Jawa Tengah. Saya mendapatkan laporan dari guru PPL di sekolah saya waktu itu bahwa limbahnya bau dan mengganggu orang yang melintas disana. Dengan semangat yang menggebu saya langsung survei bersama teman saya, Hafid dan dengan laporan dulu ke Bu Peni saya dibelaki pH stick (awalnya mau pake yang digital, udah nyari di lab kimia sekolah tapi rusak).
No Pic = HOAX |
No Pic = HOAX |
Nah, saya juga ngambil sampelnya 1 botol penuh untuk (akan) diuji di laboratorium. Apa sebenarnya yang menjadi masalah, bau dan warnanya yang hitam. Kan keren kalau bisa jadi bahan penelitian selanjutnya.
Kaget bukan main, tapi beneran. Buat analisa air butuh duit 300 ribu. Yaelah sampel belum tentu jadi keuntungan buatku (bahan penelitian), malah bayar dulu 300 ribu. Yaudah akhirnya survei ini cuma jadi main-main belaka, kebetulan dikasih kesempatan masuk kedalem pabrik buat liat proses keluarnya limbah. Ternyata ini hasil pendinginan ketel uap dari mesin pabrik, ah bodo amat.
Rasa pengen neliti limbah kian menggebu, tapi apa daya belum dapet masalah. Akhirnya saya tetap optimis pada grand design saya, obat herbal berstandar yang nantinya di kapsul. Pergilah saya ke tawangmangu untuk membudidayakan tanaman tersebut. Sudah pesan dan deal, 2 hari kemudian Kelud meletus. Yaelah, ya rusak tanaman saya di gunung sana.
Tanpa babibu dan dengan jiwa curiosity saya yang masih kental waktu itu, langsung saya ambil abu vulkanik di depan rumah dan saya simpan. Terus diapain, ga tau. Browsing dulu lah, Internet knows everything. Singkatnya (padahal berjam-jam) akhirnya saya nemu ini http://www.bioline.org.br/request?st07013
Tanah abu vulkanik digunain nyerap logam Cr. Kemudian mikir, ini tanahnya aja bisa, gimana kalau abu vulkanik murni. Nah lho. 3 hari kemudian saya langsung cus menemui pembimbing saya, Bu Peni. Cerita cerita cerita, akhirnya dikasih kontak dosennya beliau (Ini keren, disuruh ke dosennya dosen saya). Namanya Pak Pran, dosen kimia FMIPA UNS. Beliau penelitiannya tentang pemurnian air menggunakan lempung (alofan) dari gunung-gunung mati di Indonesia. Akhirnya saya kesana (udah bawa partner) dan berdiskusi.
Apa hasil diskusinya ? Entar saya ceritain lagi, tapi baca postingan yang lain dulu terutama http://lucacadalora.blogspot.co.id/2015/09/sumber-inspirasi-penelitian-abu-vulkanik.html
Komentar
Posting Komentar