Indonesia Mandiri melalui
Pembangunan Bangsa
dari Desa oleh
Intelektual Muda
Oleh
: Luca Cada Lora
Kemerdekaan
yang Hakiki
Banyak
yang meragukan bahwa bangsa Indonesia telah merdeka seutuhnya. Ada juga yang
berpikiran bangsa ini telah merdeka namun
untuk sebagian pihak. 70 tahun Indonesia merdeka, 70 tahun pula semestinya
Indonesia mengendalikan dirinya tanpa campur tangan dan ketergantungan pihak
lain. Sumber Daya Alam yang begitu melimpah semestinya bisa untuk baterai kemerdekaan 7 turunan bahkan
lebih. Intervensi dari pihak asing membuat dedengkot
bangsa Indonesia lengah. Harta dan tahta yang dijanjikan untuk kenikmatan dunia
membuat mereka lupa akan komponen yang menjadikan bangsa ini disebut negara.
Namun tak lupa, dedengkot tersebut
awalnya merupakan komponen terkecil dari bangsa ini, masyarakat biasa, sebelum
menjadi cendekiawan dan politikus setelah mengenyam bangku pembelajaran formal bertahun-tahun.
Pembelajaran tanpa diselipkan sebuah revolusi untuk bangsa ini kedepannya,
sebuah pembelajaran jangka pendek yang belum tentu membuat bangsa ini
mempertahankan kemerdekaannya. Tanpa enyaman bangku pembelajaran formal,
masyarakat begitu polosnya menjalani hidup, tanpa adanya visi yang sama, satu
sama lain untuk membuat bangsa ini mandiri, melesat menuju kemerdekaan paling
atas. Sebuah revolusi yang dapat mewujudkan kemerdikaan yang hakiki
Revolusi
Mental
Pada
hakekatnya, revolusi mental merupakan bentukan manusia yang berintegritas,
bekerja keras dan memiliki semangat gotong royong. Presiden Soekarno menggagas
proses revolusi tersebut berupa gerakan untuk menggembleng manusia Indonesia
agar menjadi manusia baru yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat
elang rajawali dan berjiwa api yang menyala-nyala. Namun, revolusi yang
sejatinya bergerak linear seakan memiliki penyimpangan pada dewasa ini. Bukan
hanya di era sekarang, mendiang Soekarno pun telah melihat mandeknya revolusi ini padahal tujuan dari revolusi untuk meraih
kemerdekaan Indonesia yang seutuhnya belum tercepai. Memang, bentuk nyata dari
revolusi dulu dan sekarang jauh berbeda. Memang juga benar kata orang tua
dahulu, “Mempertahankan jauh lebih sulit daripada mendapatkan”. Tentu bentuk
nyata revolusi sebelum dan sesudah kemerdekaan berubah, dari angkat senjata
menjadi angkat integritas, kerja keras dan semangat untuk tanah negeri.
Revolusi
mental semakin surut, dilupakan oleh khalayak muda hingga muncul kembali ke
permukaan di rezim saat ini. Namun, elemen bangsa yang tidak mengenyam
pendidikan dan jauh dari peradaban modern tentu tidak akan memahami revolusi
semacam ini. Api yang akan ada jika hanya jika tiga elemen bahan bakar, oksigen
dan panas tersebut ada. Sama halnya seperti api, apabila tidak ada pemicu
revolusi terhadap masyarakat, baik yang mengenyam dan tidak mengenyam
pendidikan formal, tentu tidak akan muncul. Sesuatu yang amat besar untuk
dikorbankan, mengingat bangsa ini terlalu besar untuk dihuni dedengkot tanpa kehadiran masyarakat.
Masyarakat yang menjadi parameter kemerdekaan Indonesia yang hakiki, mulai
pembangunan yang mengarah kepada kemandirian.
Masyarakat dalam Konsep Pembangunan
Pembangunan
yang dilaksanakan oleh pemerintah bersama rakyat pada dasarnya memiliki tujuan
untuk rakyat itu sendiri. Kemakmuran dan kesejahteraan adalah kunci utama.
Masyarakat tersebar dari desa hingga kota, dari orang biasa hingga raja
perusahaan miliknya tetap sama disebut masyarakat di negara republik ini.
Masyarakat satu sama lain saling bahu-membahu untuk menjalankan pembangunan
entah pembangunan infrastruktur atau cakupan luas lainnya dalam kehidupan
masyarakat. Secara harfiah, pembangunan diartikan sebagai upaya untuk mencapai
tujuan yang diinginkan bersama. Tentu, proses yang matang disematkan dalam hal
ini. Secara luas, pembangunan menggambarkan adanya pengembangan dan perubahan
dalam kehidupan bersama termasuk social dan budaya (society). Ditarik lebih jauh, pembangunan secara nasional akan
membangun manusia seutuhnya dengan dasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
sebagai pedoman. Pembangunan nasional dilakukan secara merata dan diperuntukkan
bagi seluruh elemen masyarakat Indonesia sebagai upaya mencapai cita-cita dari
kemerdekaan, seperti yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
alenia IV.
Elemen Masyarakat dalam Konteks
Quadruple Helix
Konsep Quadruple Helix merupakan
pengembangan Triple Helix dengan mengintegrasikan civil society (masyarakat sipil) serta mengintegrasikan inovasi dan
pengetahuan. Quadruple Helix Innovation Theory merupakan kolaborasi empat
sektor yaitu: goverment, business, academica dan civil society yang berperan
mendorong tumbuhnya inovasi.
Gambar 1.
Quadruple Helix
Dari
bagan tersebut dapat terlihat bahwa masyrarakat berperan penting dalam
kolaborasi beberapa sektor yang berhubungan langsung terhadap pembangunan
Indonesia yang terkonsep dalam inovasi-inovasi anak negeri.
Cerminan Kemerdekaan dalam Kehidupan
Masyarakat
Dalam lingkungan kita, masyarakat
kelas menengah kebawah bukanlah masyarakat yang keseluruhan hanya mampu
menggantungkan hidupnya pada pihak lain, dalam hal ini pemerintah. Masyarakat
tersebut juga bukan seluruhnya menjadi beban pembangunan. Hal ini karena
sebagian diantara mereka juga pada dasarnya tumbuh semangat untuk mandiri dan
lepas dari ketergantungan pihak lain. Studi kasus di Jakarta menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat terhadap
perekonomian cukup berarti bagi kelangsungan roda pertumbuhan ekonomi, misalnya
mengurangi beban yang seharusnya menjadi tanggungan pemerintah. Biro Pusat
Statistik (BPS) DKI Jakarta menghitung, ternyata pedagang kaki lima Jakarta
menyetor pungutan liar sebesar Rp 53,4 milyar/tahun, dengan omzet Rp 42,3
milyar/hari. Angka yang dihasilkan oleh mereka cukup besar. Jelas sikap
kewirausahaan semacam itu akan cukup signifikan bagi peningkatan kemampuan
masyarakat keseluruhan. Sedangkan di beberapa kota lainnya, kita bisa
menyaksikan, betapa di jalan-jalan utama kota tadi, kini telah tumbuh
pusat-pusat ekonomi informal yang juga ternyata mampu membantu menaikan
pendapatan ekonomi warga masyarakat serta diyakini kedepannya akan berimplikasi
pada peningkatan kehidupan dan kesejahteraan para pedagang yang ada di sana.
Oleh karena itu tidak seluruhnya benar ungkapan yang mengatakan bahwa penyebab
keterpurukan ekonomi bangsa ini adalah karena adanya ketidakmampuan untuk
menumbuhkan modal (capital). Dari segi ekonomi, modal adalah memang salah satu
kekuatan pertumbuhan ekonomi. Namun tanpa dibarengi dengan kekuatan untuk
berusaha dengan keras, tetap saja akan kurang signifikan dengan peningkatan
produktivitas.
Membangun
Desa Membangun Bangsa
Pembangunan desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan
melalui penyediaan pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana,
pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan
lingkungan secara berkelanjutan. Untuk itu, Undang-Undang ini menggunakan 2
(dua) pendekatan, yaitu ‘desa membangun’ dan ‘membangun desa’ yang diintegrasikan dalam perencanaan
pembangunan desa. Sebagai konsekuensinya, desa menyusun perencanaan pembangunan
sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan
Kabupaten/Kota. Dokumen rencana pembangunan desa merupakan satu-satunya dokumen
perencanaan di Desa dan sebagai dasar penyusunan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa (APBD). Perencanaan pembangunan desa diselenggarakan dengan
mengikutsertakan masyarakat desa melalui musyawarah perencanaan pembangunan
desa.
Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Desa menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan
Pembangunan Desa yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa,
swadaya masyarakat Desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten/Kota berdasarkan penilaian terhadap kebutuhan masyarakat Desa.
Pembangunan Desa dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan masyarakat Desa dengan
semangat gotong royong serta memanfaatkan kearifan lokal dan sumber daya alam
Desa. Melalui pembangunan desa yang berhasil, akan menumbuhkan nilai pendapatan
per kapita dalam parameter negara maju. Tidak muluk-muluk menjadi negara maju,
negara berkembang dengan masyarakat yang berbaur dan berinteraksi satu sama
lain akan membuat bangsa menjadi tenang, jauh dari pertikaian dan kriminalitas.
Pemuda
Membangun Bangsa dari Desa
Pembangunan
desa tentu bukan menjadi tugas pemerinta semata. Sudah menjadi tanggung jawab
semua komponen bangsa, tak terkecuali pemuda. Kalua kita melihattapak tilas dan
jejak rekam para pemuda dalam pergerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia,
mereka memiliki sejarah yang cukup bagus. Dalam konteks perubahan sosial
Indonesia, pemuda selalu berada di garda paling depan. Tak jarang, pemuda
menjadi pemompa semangat, pencerah pemikiran dan pembakar api perjuangan untuk
keluar dari penjajahan dan keterjajahan. Itulah sebabnya mengapa Soekarno hanya
meminta 10 pemuda saja untuk membangun bangsa ini daripada 1000 orang tua tak
berdaya.
Masalah dalam Pembangunan Desa
Pembangunan
pada prinsipnya sebuah proses sistematis yang dilakukan oleh masyarakat atau
warga setempat untuk mencapai suatu kondisi yang lebih baik dari apa yang
dirasakan sebelumnya. Namun demikian, pembangunan juga merupakan proses
“bertahap” untuk menuju kondisi yang lebih ideal. Karena itu, masyarakat yang
ingin melakukan pembangunan perlu melakukan tahapan yang sesuai dengan sumber
daya yang dimilikinya dengan mempertimbangkan segala bentuk persoalan yang
tengah dihadapinya. Besarnya disparitas antara desa maju dengan desa tertinggal
banyak disebabkan oleh: terbatasnya ketersediaan sumber daya manusia yang
profesional; belum tersusunnya kelembagaan sosial-ekonomi yang mampu berperan
secara epektif dan produktif; pendekatan top down dan button up yang belum
berjalan seimbang; pembangunan belum sepenuhnya partisipatif dengan melibatkan
berbagai unsur; kebijakan yang sentralistik sementara kondisi pedesaan amat
plural dan beragam; pembangunan pedesaan belum terintegrasi dan belum
komperhensif; belum adanya fokus kegiatan pembangunan pedesaan; lokus kegiatan
belum tepat sasaran; dan yang lebih penting kebijakan pembangunan desa selama
ini belum sepenuhnya menekankan prinsip pro poor, pro job dan pro growth.
Kenyataan di atas tentu
sangat mengkhawatirkan kita semua. Mengapa desa yang memiliki kekayaan yang
melimpah dan sumber daya alam yang tak terhitung justru mengalami
ketertinggalan. Padahal pasokan makanan dan buah-buah untuk wilayah perkotaan
semuanya berasal dari desa. Desa memiliki lahan yang luas, wilayah yang
strategis, dan kondisi yang memungkinkan untuk berkarya dan mencipta. Mengingat
demikian besarnya sumber daya manusia desa, di tambah dengan sumber daya alam
yang berlimpah ruah, serta dilihat dari strategi pertahanan dan ke amanan
nasional, maka sesungguhnya basis pembangunan nasional adalah di pedesaan.
Sangat disayangkan sekali bila pembangunan nasional tidak ditunjang dengan
pembangunan pedesaan.
Posisi
Strategis Pemuda
Dampak dari salah urus
negara yang sedang kita hadapi saat ini adalah terdapat 40 juta rakyat berada
dalam garis pemiskinan, dan hampir 70% rakyat miskin berada di perdesaan,
sumber daya alam (air, panas bumi, barang tambang hasil tani) dimiliki
pengusaha asing, sekitar 13 Juta rakyat tidak memiliki pekerjaan, kualitas
pendidikan yang masih rendah, banyak warga yang tidak bisa melanjutkan
pendidikan dan tingkat buta huruf masih tinggi. Kondisi ini diperparah dengan
ketersediaan pangan yang semakin terbatas. Krisis sosial juga berdampak pada
memudarnya nilai-nilai dan ikatan kohesifitas warga. Ada kecendrungan nilai-nilai
gotong royong, praktik swadaya mulai melemah seiring dengan memudarnya budaya
lokal yang semakin tergerus oleh budaya lain. Maka dalam rangka memperbaiki kondisi krisis yang tengah dihadapi
bangsa kita sehingga berimbas pada tersendatnya pembangunan di perdesaan.
Keberadaan pemuda sebagai penggerak dan perubah keadaan sangat memainkan posisi
yang strategis. Strategis mengandung arti bahwa pemuda adalah kader penerus
kepemimpinan nasional dan juga lokal (desa), pembaharu keadaan, pelopor
pembangunan, penyemangat bagi kaum remaja dan anak-anak. Karena itu, paling
tidak ada 3 peran utama yang bisa dilakukan pemuda sebagai kader penerus
bangsa, yaitu; sebagai organizer yang menata dan membantu memenuhi kebutuhan
warga desa; sebagai mediamaker yang berfungsi menyampaikan aspirasi, keluhan
dan keinginan warga; dan sebagai leader, pemimpin di masyarakat, menjadi
pengurus publik/warga. Ketiga peran itulah setidaknya yang harus dilakukan
pemuda dalam pembangunan desa. Dan yang lebih penting lagi, ada beberapa tindakan
yang harus dilakukan sebagai strategi pembangunan desa. Pertama, berpartisipasi
dalam mempraktikan nilai-nilai luhur budaya lokal dan agama, dan membangun
solidaritas sosial antar warga.
Kedua, aktif dalam
membangun dan mengembangkan wadah atau organisasi yang memberikan manfaat bagi
warga. Ketiga, memajukan desa dengan memperbanyak belajar, karya dan cipta yang
bermanfaat bagi warga. Keempat, berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan
yang diselenggerakan oleh pemerintahan desa. Dan kelima, melakukan upaya-upaya
untuk mendorong pemerintahan dalam setiap tingkatan (pusat, daerah dan desa)
untuk menjalankan fungsinya sebagai pengurus warga yang benar-benar berpihak
pada warga. Strategi dan perencanaan pembangunan desa akan tepat mengenai
sasaran, terlaksana dengan baik dan dimanfaatkan hasilnya, apabila perencanaan
tersebut benar-benar memenuhi kebutuhan warga setempat atau menekankan prinsip
pro poor, pro job dan pro growth. Untuk memungkinkan hal itu terjadi, khususnya
pembangunan perdesaan, mutlak diperlukan keikutsertaan warga desa secara
langsung dalam penyusunan rencana dan terlibat dalam setiap agenda. Sikap
gotong royong, bahu-membahu, dan saling menjaga hendaknya dilakukan warga desa
demi terciptanya pembangunan desa yang lebih baik.
Keberhasilan pembangunan
desa pada akhirnya berarti juga keberhasilan pembangunan nasional. Karena desa
tidak dipungkiri sebagai sumber kebutuhan warga perkotaan. Dan sebaliknya
ketidakberhasilan pembanggunan pedesaan berarti pula ketidakberhasilan
pembangunan nasional. Apabila pembangunan nasional digambarkan sebagai suatu
titik, maka titik pusat dari lingkaran tersebut adalah pembangunan pedesaan.
Karena itu, pemerintah dalam hal ini jangan mengabaikan desa dan
mengenyampingkan kebutuhan warga desa. Ciri sebuah negara yang maju bukan
bertolak pada pembangunan yang bersifat sentralistik, dalam hal ini berpusat di
perkotaan. Tapi antara desa dan kota memerlukan pembangunan yang seimbang dan
merata.
Indonesia yang
Mandiri
Melalui
konsep pembangunan bangsa dari desa, sejatinya Indonesia telah meneruskan
perjuangan memperebutkan kemerdekaan Indonesia. Membebaskan belenggu keingin
berdiri sendiri sejak berada ditangan bangsa asing. Mengembangkan potensi
sumber daya alam yang melimpah di desa-desa, mengembangkan sumber daya manusia
di desa-desa melalui perantara anak muda. Pemuda yang memiliki semangat membara
untuk Indonesia yang merdeka, secara hakiki.
Sumber dan Referensi :
1. Mulky, Mohamad Asrori, Pemuda dan Strategi Pembangunan Desa, 2010
https://inspirasitabloid.wordpress.com/2010/07/27/pemuda-dan-strategi-pembangunan-desa/
2. Mulyani, Ilma, Membangun Ekonomi Indonesia yang
Berkelanjutan dengan Ekonomi Berbasis Pengetahuan, 2012
http://www.sbm.itb.ac.id/id/membangun-ekonomi-indonesia-yang-berkelanjutan-dengan-ekonomi-berbasis-pengetahuan.html
3. Mustaqim, Goris, Pemuda Membangun Bangsa dari Desa,
2010, Muda Cendekia
4. Sudiana, Nana, Peran Masyarakat dalam
Pembangunan, 2015
http://www.kompasiana.com/nsudiana/peran-masyarakat-dalam-pembangunan_5500cc89a333119814510152
Komentar
Posting Komentar