Langsung ke konten utama

Berani Beda dengan Berwirausaha #1

Bicara tentang wirausaha tidak lepas dari yang namanya transaksi jual beli. Wirausaha terdengar agak kolot di kalangan anak muda setelah kata "entrepreneur" dan "entrepeneurship" mulai dikenal, padahal ya bahasa inggrisnya aja. Wirausaha erat hubungannya dengan pengusaha yang artinya orang yang memiliki suatu usaha, usaha yang menghasilkan uang. Ujung-ujungnya pasti duit

Teman kuliah saya banyak yang bertanya "luc gimana sih mulai usaha ?", "lu usaha apaan sih", "gue bingung nih mau usaha tapi usaha apaan", "lu sering ikut seminar usaha gitu". Yah intinya mereka ingin tau apa yg sedang saya usahain ini.

Setiap hal pasti ada akarnya dong, maksud saya disini adalah tujuan dari usaha itu sendiri. Ya jelas yang namanya usaha pasti untuk cari duit. Duit buat apa ? ya buat bertahan hidup gampangnya, tapi jelas lah kebutuhan manusia beragam, ada yang makannya 15 ribu per hari, ada juga yang sampai ratusan ribu. Lalu dari mana duit buat makan itu berasal ? ya dari kerja, kecuali punya bank goib yang munculin duit tanpa adanya usaha wkwkw. Tapi gak logis juga lah ya, Aksi = Reaksi kalau katau newton. Setiap hal yang dilakuin pasti ada feedback, berapa ATP yang lu buang harus jadi ATP lagi dengan kata lain produktif.

 Tujuan saya sendiri ya tentunya cari duit. Loh kok mulai sekarang ? Kan masih kuliah, kuliah buat cari kerja setelah lulus. Wah ini yang SALAH BESAR !! Kuliah tujuan utamanya bukan untuk kerja, dapet duit dan hidup enak ! Sebenernya nih, mahasiswa dengan mindset seperti itu sudah mengkhiati bangsanya sendiri. Saya pernah mengikuti seminar di forum bidik misi (loh beswan bidik misi) dengan pembicara psikolog Adriano Rusfi. Keren pokoknya nih orang, jadi konsultan di RistekDikti juga. Beliau menyampaikan bahwa tujuan mahasiswa belajar di bangku perguruan tinggi bukan lah untuk batu loncatan mencari pekerjaan dan menafkahi keluarganya. Banyak permasalahan di negeri ini yang hanya bisa di selesaikan oleh manusia-manusia intelektual dan berintegritas, itulah fungsi dari perguruan tinggi yang berusaha memproduksinya.

Balik lagi ke cari duit tadi. Saya sendiri beswan bidik misi yang seharusnya tanpa beban memikirkan masalah finansial selama kuliah. UKT 8 semester dan uang saku 950rb per bulan menjadi hak saya setelah terpilih menjadi salah satu yang terseleksi. Lalu apakah itu kurang ? Untuk saya itu cukup ketika anggota keluarga saya di kampung juga cukup. Kalau buat saya cukup tapi keluarga tidak ? Itu yang menjadi motivasi saya dalam menjalani usaha ini pada awalnya, pada AWAL nya. Ayah saya seorang buruh pabrik tidak tetap dengan gaji 2.5jt per bulan, selama saya SMA saya dibiayai dari keringat ayah saya tapi saya berusaha menambahnya melalui prestasi. Saya waktu SMA juga usaha tapi pake prestasi, lumayan juga sih duitnya he he.

Lalu apa yang saya mulai usahakan ? ide mulai usaha sudah mulai terpikirkan setelah OSKM. Rektor ITB menjelaskan visi dan misinya dalam periode kepemimpinannya, salah satunya entepreneurship. Saya heran, institut keren dengan mahasiswa cerdas disuruh cari duit (pikiran dangkal). Tapi pasti ada hikmah tertentu dengan adanya jiwa kewirausahaan ini. Kalau di cocoklogikan dengan Indonesia, ada hubungannya sama bonus demografi, pikirin aja sendiri.

Ide memulai sudah, lalu ide apa yang diusahakan saya flashback apa yang sudah saya lalukan semasa SMA, penelitian !! Tentunya penelitian membutuhkan peralatan dan bahan penunjang. Contoh gampangnya gelas-gelas kimia dan bahan kimia. Saya sendiri waktu penelitian juga mengalami masalah peralatan dan bahan karena biayanya cukup tinggi. Mulailah saya mencoba memulai usaha ini

Ide sudah, realisasi gimana dong. Hal ini lah yang sangat penting. Ide sebagus apapun tapi kalau tidak direalisasikan sama aja bohong. Teringatlah saya dengan teman saya yang bernama mas ivan syarifudin. Kenalnya di twitter, rumahnya di bekasi, ketemunya di solo. Mas ivan ini anggota dari PERMI (perhimpunan mikrobiologi indonesia) yang kebetulan menghadiri simposium food technology di UNISRI. Yah jodoh gak kemana, kenal di twitter terus ketemu di simposium waktu itu 22 maret 2014. Saya bolos sekolah untuk ikut acara ini tapi dengan surat izin. Mas ivan ini jualan alat lab juga tapi sekarang lebih concern menjadi trainer dan konsultan dan sekarang sebagai founder labmania.info

Hal yang pertama yang saya lakukan waktu itu adalah konsultasi dengan mas ivan. Dikenalkanlah saya dengan salah satu mitra dari mas ivan ini, yaitu mas adi candra sebagai owner bengkel gelas di daerah Cibeunying Kolot, Bandung. Lanjut lagi konsultasi dengan mas adi dan menawarkan kerjasama untuk memasarkan alat lab dengan pasar mahasiswa ITB. Kebetulan waktu itu saya diberi kerjaan oleh mas ivan untuk membantu menyebarkan pamflet LabIndonesia2016, dibayar juga sih, lumayan dapet tambahan duit.


Yang namanya dagang harus ada pembeli dong. Saya menyasar anak ITB karena melihat peluang pecahnya alat lab saat praktikum. Satu lagi, mager, ciri khas anak muda. Dengan memanfaatkan kemageran ini, saya mengambil peluang untuk menawarkan jasa saya menjual barang yang dia pecahkan dengan sistem COD (cash on delivery) di area kampus ITB. Dia senang, saya pun senang + capek tapi dapet duit. Pelanggan pertama saya Aji Sumbaga. Aji ini mecahin gelas ukur pyrex 50 mL. Wuss akhirnya saya mengontak mas adi tadi untuk beli gelas ukur pyrex 50 mL, dengan penuh perjuangan saya ambil gelas ukur tadi pakai motor pinjaman (saat itu masih ngangkot). Cukup jauh dari ITB. Akhirnya penghasilan pertama saya 20rb rupiah berhasil dikantongi. Gaada bedanya sama tukang ojek sih, bodo amatlah yang penting dapet sesuatu

Makin hari makin berkembang dan saya menemukan supplier (importir glassware) dengan harga yang jauh lebih murah. Ya jelas akhirnya saya beli disitu dan dijual lagi tentunya. Selama semester pertama saya melakukan usaha ini secara offline dengan teman-teman saya sendiri sebagai customernya. Lalu apakah duitnya lumayan ? gak juga selama saya belum punya kendaraan. Waktu yang ditunggu tiba, bulan november saya membeli moto jupiter mx 2009 bekas dari tabungan hasil lomba-lomba sewaktu SMA. Kendaraan ini saya anggap sebagai investasi dan benar saja, efisiensi usaha saya meningkat ketika memiliki kendaraan di Kota Bandung. Gak perlu minjem motor dan ngangkot lama lama.

Yah itulah yang saya lakukan pada awal memulai usaha. Capek ? iya. Tapi tenang, capek pasti sebanding dengan keproduktifan yang dilakukan

Salam

Komentar

Popular Posts

Cara Legal Download Jurnal Elsevier dengan Akun Email Universitas

Santos Ltd: Perusahaan Multinasional yang Menyokong Kebutuhan Gas di Indonesia

Kumpulan Karya Ilmiah dan Essay #3